Titik Sinyal Tanpa Koma
Rp 50.000
Titik Sinyal Tanpa Koma
Penulis : Ahmad Mujadi
Editor : Zainullah
Desain Cover : Nur Syarif
Tata Letak : Nisa
Ukuran : Hal 143, Uk: 14,82 x 20,99 cm
Penulis : Ahmad Mujadi
Editor : Zainullah
Desain Cover : Nur Syarif
Tata Letak : Nisa
Ukuran : Hal 143, Uk: 14,82 x 20,99 cm
Sinopsis Buku
Setelah bertahun-tahun menuntut ilmu, menerima ijazah sarjana. Rasanya, campuran antara lega, bangga, dan sedikit cemas menyelimuti hati. Sebuah babak baru dimulai—babak yang penuh harapan dan tantangan.
Menjadi seorang guru muda mengabdi di sebuah desa terpencil jauh di pedalaman. Perjalanannya menuju tempat mengabdi bukan hal ringan—puluhan kilometer jalan rusak, lumpur, bebatuan, hingga perjalanan sungai berbahaya yang menantang maut. Setiap langkahnya seperti menembus batas antara dunia modern dan alam liar.
Di tengah keterbatasan—dihadapkan pada kejutan budaya, bahasa yang tak dimengerti, hingga sambutan adat yang penuh makna.
Meski penuh semangat, idealismenya mulai terguncang saat birokrasi yang rumit dan kaku tak sejalan dengan realitas di lapangan. Ia berjuang bukan hanya mengajar, tapi juga memahami, menerima, dan bertahan.
Saat tubuhnya jatuh sakit karena kerasnya kehidupan, Zen menyeret tubuhnya seorang diri ke rumah sakit—sebuah titik yang mempertemukan dengan pasangan hidupnya. Namun cerita belum usai.
Di balik senyuman masyarakat desa dan rasa cinta yang tumbuh, masih banyak tantangan yang menanti di depan—menunggu untuk dijalani oleh sang guru muda yang memilih tetap melangkah, meski tantangan baru di depan tak pernah Ia Ketahui.
Setelah bertahun-tahun menuntut ilmu, menerima ijazah sarjana. Rasanya, campuran antara lega, bangga, dan sedikit cemas menyelimuti hati. Sebuah babak baru dimulai—babak yang penuh harapan dan tantangan.
Menjadi seorang guru muda mengabdi di sebuah desa terpencil jauh di pedalaman. Perjalanannya menuju tempat mengabdi bukan hal ringan—puluhan kilometer jalan rusak, lumpur, bebatuan, hingga perjalanan sungai berbahaya yang menantang maut. Setiap langkahnya seperti menembus batas antara dunia modern dan alam liar.
Di tengah keterbatasan—dihadapkan pada kejutan budaya, bahasa yang tak dimengerti, hingga sambutan adat yang penuh makna.
Meski penuh semangat, idealismenya mulai terguncang saat birokrasi yang rumit dan kaku tak sejalan dengan realitas di lapangan. Ia berjuang bukan hanya mengajar, tapi juga memahami, menerima, dan bertahan.
Saat tubuhnya jatuh sakit karena kerasnya kehidupan, Zen menyeret tubuhnya seorang diri ke rumah sakit—sebuah titik yang mempertemukan dengan pasangan hidupnya. Namun cerita belum usai.
Di balik senyuman masyarakat desa dan rasa cinta yang tumbuh, masih banyak tantangan yang menanti di depan—menunggu untuk dijalani oleh sang guru muda yang memilih tetap melangkah, meski tantangan baru di depan tak pernah Ia Ketahui.
Diskusi