Strategi Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Metode Gis Dan K-Means
Rp 70.000
Strategi Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Metode Gis Dan K-Means
Penulis: Donny Muda Priyangan,M.T.I. dan Ian Harum Prasasti,M.Pd.
Editor : Zainullah
Desain Cover : Nur Syarif
Tata Letak : Erda Novita Rusdiana
Ukuran : Hal 100, Uk: 14,82 x 20,99 cm
Penulis: Donny Muda Priyangan,M.T.I. dan Ian Harum Prasasti,M.Pd.
Editor : Zainullah
Desain Cover : Nur Syarif
Tata Letak : Erda Novita Rusdiana
Ukuran : Hal 100, Uk: 14,82 x 20,99 cm
Sinopsis Buku
Permukiman kumuh di kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, dan Makassar mencerminkan tantangan urbanisasi cepat dan perencanaan tata ruang yang lemah. Teknologi seperti citra satelit, drone, dan Sistem Informasi Geografis (GIS) digunakan untuk memetakan kawasan kumuh dengan akurat. Di Jakarta, GIS membantu mengidentifikasi permukiman di bantaran Sungai Ciliwung yang rawan banjir, sementara di Makassar, drone menangkap detail sanitasi di wilayah pesisir, mendukung pembangunan infrastruktur sesuai kebijakan seperti Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
Algoritma K-Means mempermudah pengelompokan kawasan kumuh berdasarkan indikator seperti kepadatan penduduk atau risiko bencana. Di Surabaya, K-Means mengelompokkan kawasan berdasarkan kebutuhan sanitasi, sementara di Yogyakarta, algoritma ini mengidentifikasi kawasan dengan akses pendidikan rendah untuk program pemberdayaan. Integrasi data lapangan, GIS, dan K-Means menghasilkan analisis holistik, seperti di Bandung untuk mitigasi longsor. Meskipun sederhana dan fleksibel, K-Means sensitif terhadap kualitas data, menuntut preprocessing dan pelatihan teknis.
Strategi penanganan meliputi perbaikan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan mitigasi risiko bencana, seperti dinding penahan di Bandung. Pendekatan berbasis komunitas, seperti “Kampung Asri” di Surabaya, meningkatkan partisipasi warga. Ke depan, AI, big data, dan drone dengan LiDAR akan memperkuat analisis dan prediksi. Dengan kolaborasi lintas sektor dan koordinasi antarinstansi, Indonesia dapat mewujudkan kota inklusif dan berkelanjutan, bebas dari kekumuhan.
Permukiman kumuh di kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, dan Makassar mencerminkan tantangan urbanisasi cepat dan perencanaan tata ruang yang lemah. Teknologi seperti citra satelit, drone, dan Sistem Informasi Geografis (GIS) digunakan untuk memetakan kawasan kumuh dengan akurat. Di Jakarta, GIS membantu mengidentifikasi permukiman di bantaran Sungai Ciliwung yang rawan banjir, sementara di Makassar, drone menangkap detail sanitasi di wilayah pesisir, mendukung pembangunan infrastruktur sesuai kebijakan seperti Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
Algoritma K-Means mempermudah pengelompokan kawasan kumuh berdasarkan indikator seperti kepadatan penduduk atau risiko bencana. Di Surabaya, K-Means mengelompokkan kawasan berdasarkan kebutuhan sanitasi, sementara di Yogyakarta, algoritma ini mengidentifikasi kawasan dengan akses pendidikan rendah untuk program pemberdayaan. Integrasi data lapangan, GIS, dan K-Means menghasilkan analisis holistik, seperti di Bandung untuk mitigasi longsor. Meskipun sederhana dan fleksibel, K-Means sensitif terhadap kualitas data, menuntut preprocessing dan pelatihan teknis.
Strategi penanganan meliputi perbaikan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan mitigasi risiko bencana, seperti dinding penahan di Bandung. Pendekatan berbasis komunitas, seperti “Kampung Asri” di Surabaya, meningkatkan partisipasi warga. Ke depan, AI, big data, dan drone dengan LiDAR akan memperkuat analisis dan prediksi. Dengan kolaborasi lintas sektor dan koordinasi antarinstansi, Indonesia dapat mewujudkan kota inklusif dan berkelanjutan, bebas dari kekumuhan.
Diskusi