DILEMA DEMOKRASI OLIGARKI DALAM SOROTAN FIKIH SIYĀSAH
Penulis : MIFTAHOL FAJAR SODIK, S.H., M.H.
Editor : Zainullah
Desain Cover : Nur Syarif
Tata Letak : Erda Novita Rusdiana
Editor : Zainullah
Desain Cover : Nur Syarif
Tata Letak : Erda Novita Rusdiana
SINOPSIS
Masihkan ada demokrasi saat monopoli kekuasaan tidak jarang menimbulkan ketidak adilan, bahkan mengarah pada terhambatnya kesejahteraan dalam berpolitik dan bernegara. Tentu Kondisi demikian mengkaburkan arti demokrasi sebagai suatu kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat. Secara bersamaan eksistensi oligarki merayap ke dalam demokrasi dan suara kedaulatan bergerak menjadi abstraksi semu dan tidak bernilai sebagai manefestasi kekuasaan rakyat untuk kesejahteraan. Oligarki mendistorsi demokrasi dan demokrasi berada pada variabel terpengaruh dan terkalahkan. Afiliasi oligarki dalam demokrasi, menyebakan elektoral formal sebatas lagu yang dinyanyikan tanpa adanya penghanyatan. Kondisi semacam ini sangat menghawatirkan keberlangsungan negara demokrasi dengan harapan bahwa fungsi dan jabatan diperoleh untuk tujuan kesejahteraan umum.
Kondisi tersebut menjadi pemicu semangat fikih siyāsah untuk menjelaskan dan mengarahkan bagaimana negara diurus dan politik diasuh untuk mencapai tujuan. Perspektif fikih siyāsah memahami politik sebagai sarana untuk mencapai kebahagian dan segala bentuk kerusakan tertolak dan harus disuarakan.
Masihkan ada demokrasi saat monopoli kekuasaan tidak jarang menimbulkan ketidak adilan, bahkan mengarah pada terhambatnya kesejahteraan dalam berpolitik dan bernegara. Tentu Kondisi demikian mengkaburkan arti demokrasi sebagai suatu kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat. Secara bersamaan eksistensi oligarki merayap ke dalam demokrasi dan suara kedaulatan bergerak menjadi abstraksi semu dan tidak bernilai sebagai manefestasi kekuasaan rakyat untuk kesejahteraan. Oligarki mendistorsi demokrasi dan demokrasi berada pada variabel terpengaruh dan terkalahkan. Afiliasi oligarki dalam demokrasi, menyebakan elektoral formal sebatas lagu yang dinyanyikan tanpa adanya penghanyatan. Kondisi semacam ini sangat menghawatirkan keberlangsungan negara demokrasi dengan harapan bahwa fungsi dan jabatan diperoleh untuk tujuan kesejahteraan umum.
Kondisi tersebut menjadi pemicu semangat fikih siyāsah untuk menjelaskan dan mengarahkan bagaimana negara diurus dan politik diasuh untuk mencapai tujuan. Perspektif fikih siyāsah memahami politik sebagai sarana untuk mencapai kebahagian dan segala bentuk kerusakan tertolak dan harus disuarakan.
Diskusi