BANTEN DALAM PUSARAN KETAHANAN PANGAN |
Diskursus tentang pangan selalu menarik untuk ditelusuri karena merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Pengelolaan pangan dalam suatu negara tergambar pada kebijakan dan program yang disusun dan dijalankan pada negara tersebut. Kebijakan dan program pangan menjadi sangat penting untuk menentukan arah pengelolaan pangan dalam suatu negara. Dalam implementasi swasembada pangan, Pemerintahan Presiden Jokowi membuat suatu kebijakan peningkatan produksi Pajale di tahun 2015 dengan menerbitkan Peraturan MenteriPertanian RI Nomor 03/Permentan/OT.140/2/2015 tentang “Pedoman Upaya Khusus (Upsus) Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (Pajale).” Pedoman Upsus Pajale dikeluarkan untuk mendorong transformasi melalui modernisasi pertanian. Oleh karena itu beberapa upaya telah dilakukan seperti misalnya memfasilitasi bantuan alat mesin pertanian terbesar dalam sejarah Indonesia; kebijakan program perbenihan; Inovasi Program Asuransi Pertanian, terutama usaha tani padi (AUTP/Asuransi Usaha Tani Padi) untuk mengantisipasi banjir, kekeringan dan serangan hama yang menyebabkan gagal panen; hingga pelibatan unsur TNI sebagai pendamping operasional.
Implementasi Program UPSUS PAJALE di Provinsi Banten mampu meningkatkan produksi beberapa komoditas unggulan dan membantu menyelesaikan beberapa persoalan petani. Dalam hal ini, temuan hasil penelitian dengan memanfaatkan Teori Dunn tentang Evaluasi Kebijakan atas program tersebut menegaskan bahwa hampir semua dimensi evaluasi Dunn memiliki nilai capaian yang cukup baik. Dimensi efektivitas, sebesar 70,05% responden sepakat bahwa Program Upsus Pajale mampu meningkatkan produksi padi, jagung dan kedelai baikpada areal existing maupun areal tanam baru. Selain itu responden juga menyebut bahwa Indeks Pertanaman mampu meningkat pasca Upsus Pajale. Dimensi efisiensi, sebesar 98,42% responden menyatakan bahwa bantuan benih, pupuk, alat mesin, mesin pertanian, pengembangan jaringan dan optimasi lahan, asransi pertanian serta pengawalan dan pendampinganmampu meningkatkan produksi komoditas pajale oleh petani. Dimensi kecukupan, sebesar 84,23% responden mengatakan bahwa dengan adanya Upsus PAJALE mampu membantu menyelesaikan permasalahan petani dalam produksi padi, jagung dan kedelai.
Dimensi perataan, sebesar 96,17% responden sepakat bahwa bantuan benih,pupuk, alat mesin, asuransi pertanian serta pengawalan dan pendampingantelah didistribusikan secara merata kepada kelompok sasaran. Selain itu, poptimasi lahan dan asuransi pertanian juga telah dilakukan secara proporsional. Dimensi Responsivitas, sebesar 98,42% responden menyatakan bahwa dengan adanya Upsus PAJALE mampu meningkatkan etos dan semangat kerja petani; berdampak pada peningkatan luas lahan garapan petani; peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam produksi; berdampak pada peningkatan hasil panen petani baik secara kualitas maupun kuantitas; serta meningkatkan pendapatan dan Nilai Tukar Petani. Dimensi Ketepatan, sebesar 98,87% responden menyatakan bahwa Upsus PAJALE mampu meningkatkan ketersediaan pangan; akses masyarakat terhadap pangan; meningkatkan konsumsi pangan yang lebih bergizi bagi masyarakat; menghindarkan kerawanan di Provinsi Banten. Dimensi Transformasi, sebesar 95,37% responden sepakat bahwa asuransi pertanian memiliki dampak baik terhadap petani dan sektor pertanian, serta babinsa dan penyuluh memberikan dampak positif pada petani.
Program UPSUS ini juga mampu memberikan dampak yang positif terhadap ketahanan pangan di Provinsi Banten. Selain itu juga, mampu memberikan perubahan dan transformasi pertanian di Provinsi Banten baik secara struktur maupun teknis produksi pertanian. Pada aspek ketersediaan pangan, sejak 2015 sampai 2017 hasil produksi padi yang kemudian diolah menjadi beras meningkat tajam. Pada aspek aksesibilitas pangan, menunjukkan bahwa rumahtangga di Banten lebih mudah mengakses pangan lokal. Pada aspek konsumsi pangan, situasi konsumsi pangan Provinsi Banten tahun 2019 dapat diketahui bahwa konsumsi energi penduduk Provinsi Banten tergolong tahan pangan. Aspek stabilitas pangan, di level ProvinsilBanten juga terbukti aman mengacu pada data perkembangan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah (CPPD) dari tahun 2017-2019 bahkan terbilang meningkat.
Transformasi dalam pangan merupakan sebuah inovasi yang diperlukan dalam mengupayakan ketercapaian produktivitas dan distribusi dalam pangan. Buku ini secara praktis menjelaskan adanya penemuan instrumen yang berbeda dari penelitian lainnya di mana dalam sebuah agensi aktor, TNI sebagai “Drive” merupakan instrumen negara yang tadinya jauh dari variable produksi dan distribusi dalam sistem pangan. Hal ini menunjukkan adanya bentuk institusionalisasi baru dalam menunjang sistem produksi pertanian menjadikan instrumen baru yang harus diupayakan pelibatannya. TNI sebagai aktor transformasi institusional terbukti mampu menjadi simbol penting dalam mengupayakan keberhasilan program Upsus di Banten. Tentu saja transformasi Institusional ini membutuhkan kerja dan kesadaran bersama, menihilkan ego-sentris dan kekhawatiran historisitas lama. Oleh karena itu, setidaknya dalam memahami desentralisasi sebagai kebijakan yang asimetris di mana setiap daerah dapat menentukan arah kebijakan pertaniannya menjadi sangat rasional guna membangun dan membentuk kedaulatan pangan.
Selain itu, permasalahan pangan dan pertanian mengalami pergeseran dalam semua struktur kerja, pertanian tidak hanya merupakan tugas dari kementerian pertanian namun dalam institusionalisasi baru ini pertanian menjadi simpul bertemunya banyak stakeholder. Diskusi- diskusi di dalam buku ini mendorong diskusi pertanian dalam kacamata yang lebih luas dan kompleks, namun dengan padanan dan ukuran yang jelas. Pengarus utamaan pertanian sebagai simpul ketahanan pangan menjadi sebuah gerak inklusif yang membutuhkan kerja-kerja banyak institusi dan organisasi. Setidaknya temuan-temuan ini yang menjadi renungan dan diskusi dalam buku ini.
0 Komentar